Bocah Ngomongin Nikah


pengertian "nikah" menurut KBBI

Banyak (banget) yang menikah dua minggu-an ini. Mulai dari sepupu saya, tetangganya sepupu saya, anaknya tetangga saya, temannya teman saya, sampai teman saya sendiri. Jalan-jalan pada ditutup soalnya warga yang punya hajat tersebut pasang terop; koran langganan saya sampai memberitakannya soalnya jalanan jadi macet gegara ini :v//

Makanya, akhir-akhir ini Instastory saya jadi penuh dengan foto atau boomerang teman-teman saya yang pergi kondangan. Saya sendiri juga salah satu yang memenuhinya dengan satu foto saya pas jadi penerima tamu di resepsi sepupu saya.

Foto saya itu hitam-putih, tampak seluruh badan, dengan muka yang saya tempeli stiker hati biar wajah saya yang penuh dempul itu nggak kelihatan, dan saya berdiri dekat dengan pilar ala-ala di gedung resepsi. Saya kasih tulisan yang kira-kira bunyinya begini, “Akhir-akhir ini banyak yang nikah. Selamat, ya~”

Nggak saya sangka, ternyata foto yang bahkan nggak memperlihatkan wajah saya itu bakal menarik perhatian beberapa teman saya. Lebih nggak nyangka lagi, teman-teman saya itu malah bertanya, “Kamu kapan nyusul?”

Saya cuma bisa nyebut sambil mbatin, Aku masih 20 tahun, woy!

Ya sudah, akhirnya saya balas saja dengan, “Kapan-kapan~” atau “Nanti kalau sudah bertemu jodoh~”

Pertanyaan yang paling bikin saya kaget malah datang dari teman baik saya: “Kamu nikah? Kok nggak ngundang aku? Siapa calonmu?”

Saya jawab, tidak. Ya nggak lah. Di umur saya yang baru 20 tahun ini saya belum pernah memikirkan yang namanya pernikahan atau menikah. Berpikiran untuk mendapat pertanyaan “Kamu kapan nyusul (baca: menikah)?” saja nggak pernah. Duh, pacar saja saya nggak punya, coolyah masih semester 5, belum menuntaskan keinginan untuk jalan-jalan, dll, dll. Masa iya saya mau nikah?

Tapi, justru di detik itulah saya memikirkan “kehidupan saya” dan “menikah”. Gara-garanya, teman baik saya ini kemudian membalas pesan saya dengan, “Syok aku kalau kamu beneran nikah. Like, seorang Nadiah. Menikah.”

Lalu, berlanjutlah pembicaraan ngawur kami tentang pernikahan teman-teman kami yang sudah menikah dan bahkan sudah punya anak.

Meski chat kami hanya berlangsung sebentar (soalnya entah mengapa saya merasa risih sendiri membicarakan hal ini) kami menemukan beberapa kesamaan pikiran dalam pernikahan: medeni (menakutkan), kebebasan terampas, dan kami masih bocah :v//

Itu yang ada di dalam pikiran kami, para bocah yang masih suka nge-game dan nonton anime. Kalau bagi sebagian orang, pernikahan di umur 20 atau kurang mungkin biasa saja. Tapi TIDAK bagi kami.

Kami memang nggak tahu apa dan bagaima menikah itu (nantinya). Tapi kami sependapat tentang “apa-apa nggak bisa”, “apa-apa nggak boleh”, dan “apa-apa harus izin” berhubung kami ini cewek. Padahal kami sedang enak-enaknya menikmati kehidupan yang kejam ini. Teman saya sampai bilang, “Aku pengin jadi bocah terooos.”

Yah, kalau bisa sih, saya juga pengin jadi bocah terus tanpa harus memikirkan pernikahan (walaupun saya tahu MENIKAH ITU NGGAK WAJIB). Serius deh, kata “Nadiah Sekar” dan “menikah” nggak ada cocok-cocoknya. Saya dan teman saya nggak tahu kapan kami akan memasuki “babak hidup baru” tersebut. Dan, kami lagi-lagi menemukan kesamaan pendapat, “Aku mau nikah umur 30-an aja.” Wkwkwk.

Namanya juga bocah. Harap maklum kalau pikiran kami tentang menikah seaneh itu//
Oh, ya. Soal pernikahan, jadi kepikiran lagu Mine dari Taylor Swift:

Flash forward, and we're takin' on the world together 
And there's a drawer of my things at your place 
You learn my secrets and you figure out why I'm guarded 
You say we'll never make my parents' mistakes
And we got bills to pay 
We got nothin' figured out 
When it was hard to take 
Yes, yes This is what I thought about
Yah, mungkin itulah yang ada di pikiran saya tentang pernikahan...

Komentar

Postingan Populer