Performance Art-nya Anak Seni Rupa be like...


(Oktober sudah hampir selesai saja dan saya belum mengisi blog ini dengan kicau-kacau apa pun. Mau menyalahkan tugas-tugas yang menumpuk dan UTS, tapi kok rasanya nggak etis mengingat saya ini seorang mahasiswa—yang sudah sewajarnya mendapat banyak tugas.)

Sebagai salah satu mahasiswa di kampus yang ada jurusan seninya, nggak aneh kalau kampus saya sering mengadakan bermacam pertunjukan (dan pameran) dari anak-anak seni ini. Entah itu buat memenuhi tugas sampai buat hiburan kecil-kecilan acara tertentu. Barusan, saya nonton pertunjukan (performanceart)-nya anak seni rupa sebagai hiburan setelah acara LKMM-TD (iyaaa, saya yang sudah tua ini barusan selesai ikutan TD). Dan, pertunjukan mereka, dibandingkan dengan jurusan lain, benar-benar sangar. Ehm, atau mungkin, bagi saya yang anak ekonomi ini, pertunjukan itu sangat sangar.

Salah satu adegan dari pertunjukan angkatan 17

Sebelum nonton mereka, saya pernah nonton pertunjukannya anak seni rupa di acara penutupan osjur beberapa tahun lalu. Tapi, saya agak lupa-lupa ingat. Kalau nggak salah, mereka bikin semacam pertunjukan musik yang menyuarakan suara-suara lengkingan dan teriakan kayak di rumah hantu didukung dengan beberapa alat musik dan itu… serius bikin saya senyam-senyum ngeri sendiri. Sangar dan bikin takut.

Pertunjukan mereka barusan juga bikin takut para maba yang nonton :v//

Okelah, pertunjukan dari angkatan 18 normal-normal saja (untuk ukuran mereka). Intinya tentang “kalau dikasih, ya dihargai, dong. Jangan malah disia-siain, janc*k!”. Pas pertunjukan ini tuh saya sampai menitikkan air mata, nggak tahu kenapa. Padahal waktu itu saya belum ngerti apa maksudnya. Sedih aja pas si pemeran utama itu dicacimaki sama teman-temannya sendiri, yang sengaja nggak naik ke panggung dan memang merupakan bagian dari pertunjukkan.





Ganti ke pertunjukannya angkatan 17. Si pemeran utama nge-lakban badannya sendiri (termasuk mulut) dengan didahului dia yang melepas baju dan celananya. Ya ampun, itu para maba cewek sampai teriak-teriak dong, udah ngira aja si cowok bakal pakai cedal doang. Wkwkwk.


Sejujurnya ya, pertunjukannya angkatan 17 ini kelihatan kayak adegan perundungan. Soalnya, setelah dia selesai dengan urusan per-lakban-annya, dia disiram air + pasir gitu sama pemeran pembantu. Terakhir, dia malah dibungkus pakai trashbag hitam yang gede banget itu. Kan, kasihan :”v// Saya sih, nangkapnya gini, “ketelanjanganmu nggak berarti apa-apa, kamu tetap aja belum bebas”. Lha wong, yang jadi pemeran pembantu pas diseret sama MC dan ditanyai apa maksudnya pertunjukan itu malah balik tanya ke temannya yang barusan di-“bully” itu, “He, Lang. Iku mau opo maksud’e?” Saya ketewa, dong! Wkwkwk. Akhirnya, si salah satu pemeran pembantu ini bilang dengan logat khas Surabaya, “Ya, ini kan performanceart, ya. Jadi artinya itu menurut terjemahan dari penonton sendiri.”





Acara TD ditutup dengan pertunjukannya anak seni rupa angkatan 16. Padahal jurusan lain yang ikut TD waktu itu (yaitu Bahasa Jepang dan Bahasa Jerman) cuma menampilkan satu pertunjukan. FYI, pertunjukan penutup ini bikin penonton hampir bubar dan menimbulkan sedikit kepanikan :v//

Awalnya, seorang cowok masuk sambil bawa sekardus air mineral botolan. Dia minum air itu lumayan banyak. Tahu-tahu, si cowok mendekat ke arah penonton dan meminumkan air dari botol tersebut. Sasarannya (kayaknya) anak-anak dari seni rupa sendiri, entah itu maba atau temannya sendiri yang lagi nonton. Beberapa dari mereka ada yang diseret ke panggung atau tetap berdiri di tempat. Panitia bagian dokumentasi, yaitu seorang cowok gondrong, juga diminumkan air sama dia. Gitu terus sampai botol di kardus hampir habis. Eh, tahu-tahu si cowok malah masukin tangannya ke mulut dan muntah! YHA.



Dan, teman-temannya yang ada di panggung atau berdiri juga ikutan muntah. Anjirrr! Bubar tuh, para maba yang duduknya lumayan dekat sama panggung. Teman saya (yang senasib dan seperjuangan dengan saya a.k.a. sama-sama tuanya) langsung narik tangan saya biar menjauh. Soalnya setelah muntah, ada adegan sembur-semburan air macam mbah dukun gitu. Heboh banget pokoknya. Sampai ada yang pingsan saking syoknya.


Pertunjukan terakhir inilah yang fotonya paling dikit saya dapat dan paling saya nggak mengerti apa maksudnya. Kayak, “Maksudmu opo toh, Maaas?” Serius, saya nggak ngerti. Apa ini karena otak saya sudah dipenuhi sama kurva-kurva? Wkwkwk.


Komentar

Postingan Populer