Perang Batin

kover depan novel

Judul: War Storm
Penulis: Victoria Aveyard
Penerbit: Noura Books Publishing (PT. Mizan Publika)
Tahun terbit: 2018
Tebal halaman: 816
Rating:  3.9/5 (Goodreads)

*FREE SPOILER!!!*


"Tapi, kita masih bisa memilih, pada akhirnya.

Dan kau memilih untuk mengotori tanganmu dengan darah."


Akhirnya WAR STORM masuk Indonesia! Walau, yah, saya tahu saya agak telat bikin ulasan ala-ala ini (soalnya pas dia terbit di Indonesia, saya lagi UAS), tapi tolong perkenankan saya membicarakan dan ber-kyaa-kyaa ria dengan seri terakhir Red Queen ini.

Untuk ukuran sebuah seri penutup, War Storm ini bagus-bagus saja. Semua yang terjadi di awal kisah (mulai dari Red Queen, Glass Sword, lalu King’s Cage) selesai di sini. Saya pribadi tidak menemukan adanya kejanggalan di hati saya atau “sesuatu yang terlewatkan dari seri-seri sebelumnya”. Menurut saya, semuanya memang sudah selesai di novel ini.

Segala hal yang “pas, sudah selesai” ini barangkali disebabkan banyaknya sudut pandang para tokoh, sehingga pembaca tahu apa sebenarnya isi pikiran mereka. Kalau sebelum-sebelumnya paling banter pembaca tahu isi pikirannya Evangeline, di War Storm pembaca juga akan tahu isi pikirannya Cal walau cuma seuprit. Bahkan porsi sudut pandangnya Iris-istrinya-Maven, si Ular Berbisa kalau meminjam sebutan dari Maven, menduduki peringkat ketiga (atau kedua,ya?). Soal sudut pandang Mare dan Evangeline, tentunya ada. Dan, sebagai tokoh penyebab terjadinya alur cerita, Maven juga memiliki sudut pandang sendiri~

Menceritakan tentang sebuah perang penutup dari seri Red Queen, perang-perang yang terjadi War Storm (menurut saya) nggak semenegangkan dan seberdarah-darah itu. Bagi saya, perang yang dimaksud di novel ini kelihatan kayak perang batin karena tokoh-tokoh di sini dituntut untuk memutuskan pilihan dan ego masing-masing serta mengorbankan banyak hal. Justru, di bagian perang batin ini saya deg-deg-an sendiri alih-alih pas Lakeland and the gang menggempur Cal and the gang. Pilihan yang harus diambil para tokoh bikin saya nelangsa sendiri soalnya. Ada rasa nggak tega dan nggak terima gitu di hati saya (eaaa). Apalagi pas Cal dan Mare memutuskan untuk benar-benar menutup hati mereka buat Maven. Huhuhu :’v//

Segala hal yang terjadi di War Storm sulit saya ikhlaskan. Tapi ya, mau bagaimana lagi? Ceritanya sudah diakhiri dengan titik: perang sudah berakhir (untuk sementara), para tokoh sudah mengambil keputusan masing-masing walau banyak yang harus dikorbankan, yang mati pun tak dapat para tokoh hidupkan kembali. Waktunya bagi saya untuk mengais sisa-sisa kenangan mereka dengan membaca seri Red Queen dari awal dan menunggu seri ini diangkat ke layar lebar (kalau memang jadi).

Sekian dan selamat membaca!

Komentar

Postingan Populer